Kamis, 02 Juli 2015

Makalah Erick fromm

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1.   Latar Belakang
Fromm mengembangkan system terapi yang dinamakannya psikoanalisis humanistic yang menekankan aspek interpersonal dari hubungan terapeutik. Klien mengikuti terapi untuk mencari kepuasan dari kebutuhan dasar kemanusiaannya. Terapi harus dibangun melalui hubungan pribadi, komunikasi yang tepat, dan penuh konsentrasi dan kasih saying. Hal ini akan mengembalikan perasaan klien sebagai manusia yang independen.
Pemikiran Fromm tidak bisa lepas dari latar belakang kehidupannya yang dimulai dari lingkungan keluarga hingga menjadi mahasiswa. Fromm sangat dipengaruhi oleh tulisan Karl Max, terutama oleh karyanya yang pertama, The Economic and philosophical Manuscripts yang ditulis pada tahun 1944. Fromm membandingkan ide-ide Freud dan Marx, menyelidiki kontradiksinya dan melakukan percobaan yang sintesis. Meskipun Fromm dapat disebut sebagai seorang teoritikus kepribadian Marxian, ia sendiri lebih suka disebut humanis dialetik yaitu perjuangan manusia yang tidak pernah menyerah untuk memperoleh martabat dan kebebasan, dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia

1.2.   Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Timbulnya Psikoanalisis Sosial dan Perkembangannya ?
2.      Bagaimana asumsi – asumsi dasar From ?
3.      Kebagaimana kebutuhan – kebutuhan manusia ?
4.      Bagaimana Orientasi – orientasi Karakter ?
5.      Bagaimana Implementasi dalam Bimbingan Konseling ?









1.3    Tujuan
 Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.      Untuk Menjelaskan Sejarah Psikoanalisis Sosial dan Perkembangannya.
2.      Untuk Menelaskan Asumsi- asumsi dasar From.
3.      Untuk menjelaskan Kebutuhan- kebutuhan Manusia.
4.      Untuk menjelaskan Orientasi – orientasi Karakter
5.      Untuk Menjeaskan Implementasi dalam Bimbingan Konseling
























BAB II
PEMBAHASAN


2.1.   SEJARH TIMBULNYA PSIKOANALISIS SOSIAL dan PERKEMBANGANNYA
Erich Fromm lahir di Frankfrut, Jerman, pada tanggal 23 Maret 1900 dan belajar psikologi dan sosiologi di Universitas Heidelberg, Frankfrut dan Munich. Setelah meraih gelar Ph.D dari Heidelberg tahun 1922, ia belajar psikoanalisis di Munich dan Institut Psikoanalisis di Munich dan Institut Psikoanalisis Berlin yang terkenal. Ia pergi ke Amerika Serikat tahun1933 sebagai lector di Institut Psikoanalisis di Chicago kemudian ia melakukan praktik privat di New York City. Ia pernah mengajar pada sejumlah universitas dan institut di negara ini dan meksiko. Buku-bukunya mendapat perhatian yang luar biasa, tidak hanya oleh ahli-ahli dalam bidang psikologi, sosiologi, filsafat, dan agama tetapi juga oleh masyarakat umum.
Fromm sangat di pengaruhi oleh tulisan karya Karl Marx, terutama oleh karyanya yang pertama, The economic and philoshophical manuscripts yang di tulis pada tahun 1844. Karya Karl Marx ini di terjemahkan dalam bahasa Inggris oleh T.B. Bottomore termuat dalam Marx’s concept of man karangan Fromm (1961). Dalam Beyond the chains of illusion (1962), Fromm membandingkan ide-ide Freud dan Marx, menyelidiki kontradiksi-kontradiksinya dan mencoba melakukan sintesis. Kontradiksi yang di maksud adalah bahwa seorang pribadi merupakan bagian tetapi sekaligus terpisah dari alam, merupakan binatang dan sekaligus manusia.Sebagai binatang, orang memiliki kebutuhan-kebutuhan fisiologis tertentu yang harus dipuaskan. Sebagai manusia, orang memiliki kesadaran diri, pikiran, dan daya khayal. Pengalaman-pengalaman khas manusia meliputi perasaan lemah lembut, cinta, perasaan kasihan, sikap-sikap perhatian tanggung jawab, identitas, integritas, bisa norma (1968). Kedua aspek individu, yakni aspek binatang dan aspek manusia, merupakan kondisi-kondisi dasar eksistensi manusia. “Pemahaman tentang psikhe manusia harus berdasarkan analisis tentang kebutuhan-kebutuhan manusia yang berasal dari kondisi-kondisi eksistensinya”. (1955, hlm. 25).
Fromm memandang Marx sebagai pemikir yang lebih unggul daripada Freud dan menggunakan psikoanalisis terutama untuk mengisi celah-celah dalam pemikiran Marx. Fromm (1959) menulis analisis yang sangat kritis bahkan polemis tentang kepribadian Freud dan pengaruhnya, berbeda sekali dengan kata-kata pujian yang diberikannya bagi Marx (1961). Meskipun Fromm dapat disebut dengan tepat sebagai seorang teoritikus kepribadian Marxian, namun ia sendiri lebih suka disebut humanis dialetik.
Tema dasar dari semua tulisan Fromm adalah orang yang merasa kesepian dan terisolasi karena ia dipisahkan dari alam dan orang-orang lain. Keadaan isolasi ini tidak ditentukan dalam semua spesies binatang; itu adalah situasi khas manusia. Anak misalnya, bebas dari ikatan-ikatan primer dengan orangtuanya, tetapi dengan akibat bahwa ia merasa terisolasi dan tak berdaya. Seorang anak akhirnya terkatung-katung dalam suatu dunia yang sama sekali asing. Anak kecil ia adalah milik seseorang dan memiliki perasaan berhubungan dengan dunia dan orang-orang lain, meskipun ia tidak bebas. Dengan latar belakang pendidikan ajaran psikoanalisis Freud dan dipengaruhi oleh Karl Marx, Karen Horney, dan teoritikus berorientasi sosial lainnya, Fromm mengembangkan teori kepribadian yang menekankan pengaruh factor sosiobiologis, sejarah, ekonomi, dan struktur kelas. Dalam bukunya, Escape from freedom (1941), Fromm mengembangkan tesis bahwa karena manusia menjadi semakin bebas dari abad ke abad, maka mereka juga makin merasa kesepian. Jadi kebebasan menjadi keadaan negative dari mana manusia melarikan diri.

2.2.   ASUMSI-ASUMSI DASAR FROM
 Asumsi dasar Fromm adalah bahwa kepribadian individu dapat dimengerti hanya dengan memahami sejarah manusia. “Diskusi mengenai keadaan manusia harus mendahulukan fakta bahwa kepribadian dan psikologi harus didasari oleh konsep antropologis-filosofis akan keberadaan manusia” (Fromm, 1947, hlm. 45).
Fromm (1947) percaya bahwa manusia, tidak seperti binatang lainnya, telah “tercerai berai” dari kesatuan prasejarahnya dengan alam. Mereka tidak memiliki insting kuat untuk beradaptasi dengan dunia yang berubah, melainkan mereka telah memperoleh kemampuan bernalar-keadaan yang di sebut Fromm sebagai dilema manusia.
Manusia mengalami dilema dasar ini karena mereka telah terpisah dengan alam, namun memiliki kemampuan untuk menyadari bahwa diri mereka telah menjadi makhluk yang terasing. Kemampuan bernalar manusia adalah anugrah danjuga kutukan. Di satu sisi, kemampuan ini membiarkan manusia bertahan, namun di sisi lain, hal ini memaksa manusia berusaha untuk menyelesaikan dikotomi dasar yang tidak ada jalan keluarnya. Fromm menyebut hal tersebut sebagai “dikotomi eksistensial”(existensial dichotomies). Mereka hanya bisa bereaksi terhadap diktonomi ini tergantung pada kultur dan kepribadian masing-masing individu.
Dikotomi pertamadan paling fundamental adalah antara hidup dan mati. Realisasi diri dan nalar mengatakan bahwa kita akan mati, namun kita berusaha mengingkari hal ini dengan menganggap adanya kehidupan setelah kematian, usaha yang tidak merubah fakta bahwa hidup kita akan diakhiri dengan kematian.
Dikotomi ekstensial kedua adalah bahwa manusia mampu membentuk konsep tujuan dari realisasi diri utuh, namun kita juga menyadari bahwa hidup hidup terlalu singkat untuk mencapai tujuan itu. “Hanya bila rentang kehidupan seorang individu sama panjangnya dengan rentang kehidupan seluruh umat manusia, maka ia bisa berpartisipasi dalam perkembangan manusia yang terjadi dalam proses sejarah” (Fromm, 1947, hal. 42).
Dikotomi ekstensial ketiga adalah bahwa manusia pada akhirnya hanya sendiri, namun kita tetap tidak bisa menerima pengucilan atau isolasi. Mereka sadar bahwa dirinya adalah individu yang terpisah, di saat yang bersamaan mereka percaya bahwa kebahagiaan mereka bergantung pada ikatan mereka dengan manusia lain. Walaupun manusia tidak dapat menyelaesaikan permasalahan antara kesendirian atau ikatan kebersamaan, mereka harus berusaha atau mereka terancam menjadi gila.

2.3.   KEBUTUHAN MANUSIA
Kebutuhan dasar manusia secara fisiologis adalah rasa lapar, seks dan keamanan. Kebutuhan-kebutuhan eksistensial telah muncul saat evolusi budaya manusia, tumbuh dari usaha mereka untuk menemukan jawaban atas keberadaan mereka dan untuk menghindari ketidakwarasan. Fromm (1955) menyatakan bahwa “satu perbedaan penting antara manusia yang sehat mental dan manusia neurotic atau tidak waras adalah bahwa manusia yang sehat secara mental menemukan jawaban atas keberadaan mereka – jawaban yang lebih sesuai dengan jumlah kebutuhan manusia”. Dengan kata lain, individu yang sehat lebih mampu menemukan cara untuk bersatu kembali dengan dunia, dengan secara produktif memenuhi kebutuhan manusiawi akan keterhubungan, keunggulan, keberakan, kepekaan akan identitas, dan kerangka orientasi.






Tabel Rangkuman Kebutuhan Manusia Menurut Fromm
Komponen Negatif Komponen Positif
1.
Keterhubungan
Kepasrahan atau dominasi
Cinta
2.
Keunggulan
Hal-hal destruktif
Hal-hal kreatif
3.
Keberakaran
Fiksasi
Keutuhan
4.
Kepekaan akan identitas
Penyesuaian dengan kelompok
Individualitas
5.
Kerangka orientasi
Tujuan Irasional
Tujuan Rasional
Sumber: Feist & Feist, 2010, hlm. 234
2.3.1.        Keterhubungan

Kebutuhan manusia atau kebutuhan eksistensial pertama adalah keterhubungan (relatedness), dorongan yang bersatu dengan satu orang atau lebih. Fromm menyatakan tiga cara dasar bagi manusia untuk terhubungan dengan dunia:
a.             Kepasrahan
b.            Kekuasaan
c.             Cinta
Seseorang dapat pasrah pada orang lain, kelompok, atau institusi agar menjadi satu dunia. “Dengan cara ini keberadaannya sebagai individu tidak lagi terpisah dan ia menjadi bagian dari seseorang atau sesuatu yang lebih besar dari dirinya dan merasakan jati diri dalam hubungannya dengan kekuasaan yang dimiliki oleh siapapun tempat manusia tersebut memasrahkan dirinya”. (Fromm, 1981, hlm. 2).
Ketika seseorang dominan dan seseorang pasrah (submisif)saling menemukan, mereka sering kali menciptakan hubungan simbiosis, yang memuaskan keduanya. Walaupun simbiosis tersebut menyenangkan, hal ini menghalangi pertumbuhan menuju integritas dan kesehatan psikologis. Keduanya “hidup dari satu sama lain, memuaskan kebutuhan mereka akan kedekatan, namun kekurangan kekuatan dari dalam diri sendiri dan ketergantungan diri yang membutuhkan kebebasan dan kemandirian”. (Fromm, 1981, hlm. 2).
Orang-orang dalam hubungan simbiosis saling tertarik bukan oleh cinta, namun karena putus asa dalam memenuhi kebutuhan akan keterhubungan, yang tidak akan terpuaskan secara utuh dengan hubungan seperti itu. Kesatuannya didasari oleh permusuhan. Orang-orang dalam hubungan simbiosis menyalahkan pasangan mereka karena mereka tidak memuaskan kebutuhan yang lain secara utuh. Mereka akan mencari kepasrahan atau kekuasaan tambahan dan hasilnya, mereka akan semakin bergantung pada pasangan mereka dan semakin tidak individual.
Fromm percaya cinta adalah satu-satunya jalan untuk seseorang bersatu dengan dunia dan dalam waktu yang sama, mencapai individualitas dan integritas.Iamendefinisikan cinta sebagai sebagai, “kesatuan dengan seseorang atau sesuatu di luar diri denagn kondisi memegang teguh keterpisahan dan integritas diri sendiri” (Fromm, 1981, hlm 3). Cinta meliputi persamaan dan berabgi dengan orang lain, namun tetap membiarkan seseorang untuk mendapat kebebasan untuk menjadi unik dan terpisah. Cinta membiarkan seseorang untuk memuaskan kebutuhan mereka akan keterhubungan tanpa mengorbankan integritas dan kemandirian. Dalam cinta dua orang dapat menjadi satu, namun tetap terpisah.
Seni mencintai (The Art Of Loving), Fromm (1956) menyebutkan emapt elemen dasar yang biasa dalam sebuah cinta yang tulus yakni:
1.      Rasa peduli, seseorang yang mencintai orang lain harus peduli akan orang tersebut dan mau menjaganya.
2.      Tanggung jawab, yaitu kemauan dan kemampuan untuk merespon dan menanggapi kebutuhan fisk dan psikologis pasangannya.
3.      Rasa hormat, menghormati mereka apa adanya dan menghindari keinginan untuk berusaha mengubah mereka.
4.      Pengetahuan, seseorang bisa menghormati orang lain hanya jika mereka memiliki pengetahuan orang tersebut.
Dengan demikian, rasa peduli, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengetahuan saling berkaitan dalam hubungan cinta.

2.3.2.        Keunggulan
Seperti hewan lainnya, manusia dilempar ke dunia tanpa persetujuan dan keinginan mereka serta di tiadakan dari dunia-juga tanpa persetujuan dan kemauan mereka. Akan tetapi berbeda dengan hewan, manusia tergerak oleh kebutuhan akan keunggulan (transcendence) yang didefinisikan sebagai dorongan untuk melampaui keberadaan yang pasif dan kebutuhan menuju “alam penuh makna dan kebebasan” (Fromm, 1981, hal. 4).
Manusia dapat mengungguli sifat pasif mereka baik dengan cara menciptakan maupun menghancurkan kehidupan. Berkreasi berarti aktif dan peduli akan hal-hal yang diciptakan. manusia menjadi kreatif dangan banyak cara lain seperti seni, agama, gagasan, hukum, produksi materi, dan cinta. Sedangkan dalam anatomi sifat merusak manusia (anatomy of human destructiveness), Fromm (1973) menyatakan bahwa manusia adalah satu-satunya spesies yang menggunakan agresi keji (malignant aggression), yaitu membunuh untuk alasan selain mempertahankan diri.

2.3.3.       Keberakaran
Ketika manusia berevolusi sebagai spesies terpisah kehilangan rumah mereka di dunia alam. Di saat yang bersamaan, kapasitas pikiran mereka membuat mereka menyadari bahwa mereka tidak memiliki rumah dan tidak memiliki akar. Konsekuensinya adalah perasaan keterasingan dan ketidakberdayaan ini tak tertahankan.
Keberakaran juga dapat dicari melalui cara produktif dan nonproduktif. Dengan cara produktif, ketika manusia berhenti disapih oleh ibu mereka dan lahir secara utuh, mereka secara aktif dan kreatif berhubungan dengan dunia dan menjadi utuh atau terintegrasi. Ikatan baru dengan dunia alam ini memberikan rasa aman dan dan menciptakan kembali rasa keterlibatan dan keberakaran.
Secara nonproduktif keberakaran yaitu fiksasi (keengganan yang kuat untuk bergerak melampaui keamanan dan perlindungan yang diberikan oleh seorang ibu. Orang-orang mencari keberakaran melalui fiksasi adalah orang-orang yang “takut akan langkah selanjutnya setelah kelahiran dan untuk berhenti disapih oleh ibu mereka. Mereka adalah orang-orang yang bergantung secara eksternal dan takut serta merasa tidak aman ketika tidak lagi mendapat perlindungan sang ibu” (Fromm, 1955, hal. 40). Ibu adalah yang menyediakan akar bagi anak-anak dan memotivasi mereka untuk mengembangkan individualitas dan nalar mereka atau menjadi terfiksasi dan tidak mampu tumbuh secara psikologis.
Fromm (1977) memilih teori Bachofen dimana ibu sebagai pusat yang berkaitan pada setiap situasi oedipal (menyukai wanita yang lebih tua) di banding pemikiran Freud yang lebih berpusat pada ayah. Hal ini sangat konsisten dengan kehidupan Fromm dimana istri pertama Fromm yaitu Freida Fromm Reichmann berusia sepuluh tahun lebih tua dari Erich Fromm. Kekasihnya, Karen Horney, berusia lima belas tahun lebih tua darinya. Menurut Fromm tentang Oedipus complex adalah keinginan untuk kembali ke rahim ibu atau seseorang dengan fungsi keibuan yang harus dilihat dalam ketertarikannya pada wanita lebih tua.

2.3.4.    Kepekaan akan identitas
Kebutuhan manusia ke empat adalah kepekaan akan identitas (sense of identity) atau kemampuan untuk menyadari diri sendiri sebagai wujud terpisah. Oleh karena kita telah terpisahkan dari alam, maka kita harus membentuk konsep akan diri kita sendiri dan untuk mampu berkata “saya adalah saya” atau “saya adalah subjek dari dari tindakan saya”. Fromm (1981) percaya bahwa manusia primitive mengidentifikasi diri mereka lebih dekat dengan klanmereka dan tidak melihat dirinya sebagai individu yang terpisah dari kelompok.
Fromm setuju dengan Marx bahwa bangkitnya kapitalisme lebih memberikan kebebasan politik dan ekonomi kepada manusia. Identitas sebagian besar orang tetap bergantung pada keterikatan mereka dengan orang-orang lain atau institusi, seperti bangsa, agama, pekerjaan, dan kelompok sosial.
Identitas kelompok baru berkembang dimana kepekaan akan identitas tersebut bergantung pada rasa keterlibatan yang tak tersangkalkan pada sebuah kelompok besar, bukan identitas praindividualitas klan. Fakta bahwa keseragaman dan konformitas sering kali tidak dikenali sebagai identitas tersebut, dan juga diselimuti oleh khayalan individualitas, tidak dapat mengingkari fakta yang ada.
Orang-orang neurotic berusaha ntuk mengikat diri mereka dengan orang yang lebih berkuasa atau institusi sosial atau politik. Akan tetapi, orang normal memiliki sedikit kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan kelompoknya dan sedikit kebutuhan utntuk menyesuaikan diri dengan kelompoknya dan sedikit kebutuhan untuk menyerahkan rasa dan kesadaran mereka secara individu.
2.3.5.      Kerangka Orientasi
Kebutuhan terakhir manusia adalah kerangka orientasi (frame of orientation). Oleh karena terpisah dari dunia alam, maka manusia membutuhkan peta jalan, kerangka arah atau orientasi, untuk mencari jalannya dalam dunia. Tanpa peta tersebut “manusia tidak akan mampu dan kebingungan melakukan tindakan dengan tujuan dan konsistensi” (Fromm, 1973, hlm. 230). Kerangka orientasi membuat manusia bisa mengatur berbagai macam rangsang yang mengganggu mereka. Manusia yang memiliki kerangka orientasi yang kuat dapat menjelaskan kejadian dan fenomena yang terjadi, sedangkan apabila lemah akan menempatkan kejadian-kejadian tersebut dalam suatu kerangka agar ia mendapat penjelasan yang masuk akal mengenainya.
Setiap orang memiliki filosofi, suatu cara konsisten dalam memandang sesuatu. Banyak orang terlalu menggangap benar filosofi dan kerangka panduan mereka sehingga apapun yang asing dalam pandangan mereka akan di nilai “gila” atau “tidak masuk akal”. Apapun yang konsisten dengan filosofi dan kerangka panduan mereka semata-mata dianggap sebagai “akal sehat” (common sense).
Peta jalan tanpa sasaran atau tujuan tidak ada artinya. Untuk menjaga kewarasan, bagaimanapun, mereka membutuhkan sasaran akhir atau “objek pengabdian” (Fromm, 1976, hlm. 137). Sasaran objek pengabdian ini memusatkan energy manusia menuju satu arah, memungkinkan manusia untuk mengungguli keberadaannya yang terasing, dan mengubah arti hidup mereka

2.4.   ORIENTSI KARAKTER
Kepribadian tercermin pada orientasi karakter seseorang, yaitu cara relative manusia yang permanen untuk berhubungan dengan orang atau hal lain. Fromm (1947) mendefinisikan kepribadian sebagai “keseluruhan kualitas psikis yang di warisi dan diperoleh yang merupakan karakteristik individu dan menjadikannya individu yang unik”.
Karakter didefinisikan sebagai “system yang relative permanen dari semua dorongan noninstigtif di mana melaluinya manusia menghubungkan dirinya dengan dunia manusia dan alam” (Fromm, 1973, hlm, 226). Fromm (1992) percaya bahwa karakter adalah pengganti kurangnya insting. Bukannya bertindak sesuai dengan insting, manusia malah bertindak menurut karakter mereka. Apabila mereka harus berhenti dan memikirkan akibat dari perilaku mereka, maka tindakan mereka akan menjadi tidak efisien dan tidak konsisten.
Manusia menggabungkan diri dengan dunia melalui dua cara – dengan memperoleh dan menggunakan suatu hal (asimilasi) dan dengan menghubungkan dirinya dengan yang lain (sosialisasi).

2.4.1.      Orientasi non produktif
Fromm menggunakan istilah “nonproduktif” untuk menerangkan cara-cara yang gagal untuk menggerakkan manusia lebih dekat pada kebebasan positf dan realisasi diri. Orientasi nonproduktif, bagaimanapun, tidak sepenuhnya negative dan positif. Kepribadian selalu merupakan paduan atau kombinasi dari beberapa orientasi, walaupun salah satunya dominan.
2.4.1.1.1.                  Representatif
Karakter resperetif merasa bahwa sumber segala hal yang baik berada di luar diri mereka dan satu-satunya cara untuk berhubungan dengan dunia adalah dengan menerima sesuatu, termasuk cinta, pengetahuan dan kepemilikan materi. Mereka lebih berpikir untuk menerima daripada memberi dan mereka ingin orang lain menyirami mereka dengan cinta, gagasan dan hadiah.
Kualitas negative orang-orang reperetif mencakup kepasifan, kepasrahan, dan kurangnya rasa percaya.

2.4.1.2.            Eksploittif
Karakter eksploitatif percaya bahwa sumber segala hal yang baik berada diluar mereka. Berbeda dengan orang-orang reseptif, mereka mengambil dengan agresif apa yang mereka inginkan, bukannya menerima secara pasif. Dalam hubungan sosial mereka, mereka cenderung menggunakan kelicikan atau kekuatan untuk mengambil pasangan, gagasan, atau milik orang lain. Seorang pria ekploitatif akan mungkin “jatuh cinta” dengan istri seseorang, bukan karena ia benar-benar menyukainya, namun karena ia ingin memeras suaminya. Dalam bidang gagasan, orang-orang eksploitatif lebih memilih untuk mencuri atau membajak daripada menciptakan. Berbeda dengan karakter respretif mereka ingin mengungkapkan pendapat mereka, namun biasanya merupakan pendapat yang dicuri.
Sisi negative karakter ekploitatif yaitu egosentris, angkuh, arogan, dan penggoda. Sisi positifnya, yaitu implusif, bangga, menarik, dan percaya diri.
2.4.1.3.            Menimbun
Karakter menimbun bertujuan untuk menyimpan apa yang sudah mereka dapatkan. Mereka memegang segala sesuatu tetap dalam dirinya dan tidak membiarkan satu hal pun lepas.Mereka menyimpan uang, perasaan, dan pikiran untuk mereka sendiri. Dalam hubungan cinta mereka berusaha memiliki cinta seseorang dan menjaga hubungan itu daripada membiarkannya berusaha dan tumbuh. Mereka mirip dengan karakter anal Freud dalam hal keteraturan yang berlebih-lebihan, keras kepala dan pelit. Namun begitu, Fromm(1964) percaya bahwa karakter penimbun watak anal ini bukan hasil dari dorongan-dorongan seksual melainkan bagian dari ketertarikan umum mereka kepada segala sesuatu yang tidak hidup, termasuk feses.
Sifat negatif dari kepribadian diantara mencakup kekakuan, kegersangan, bersikeras, kompulsif, dan kurang kreatif; sebaliknya, karakter positifnya mencakup suka kerapihan, suka kebersihan, hemat, dan ketepatan waktu.
2.4.1.4.            Memasarkan
Karakter memasarkan tumbuh dari perdagangan modern di mana perdagangan bukan lagi milik personal melainkan dilakukan koperasi-koperasi raksasa tak berwajah. Konsisten dengan tuntutan-tuntutan perdagangan modern karakter marketing melihat diri mereka sebagai diri mereka sebagai komoditas di mana nilai pribadi mereka bergantung kepada nilai tukar mereka, yaitu kemampuan untuk menjual diri mereka sendiri.
Kepribadian memasarkan atau pertukaran harus melihat diri mereka selalu berada dalam permintaan yang konstan. Mereka harus membuat orang lain percaya bahwa mereka harus memiliki kecakapan khusus dan pandai menjual. Rasa aman pribadi terletak diatas landasan yang labil karena mereka harus menyesuaikan kepribadian mereka dengan apa yang sedang diminati. Mereka memainkan banyak peran dan dituntun oleh motto. “Aku adalah apa yang kamu inginkan. “(Fromm, 1947, hlm. 73).
Manusia berkepribadian ini tidak memiliki masa lalu atau masa depan, dan tidak memiliki prinsip atau nilai permanen. Mereka memiliki sedikit saja sifat positif dibandingkan orientasi yang lain. Karena pada dasarnya mereka adalah bejana kosong yang harus diisi dengan apapun karateristik yang paling laris dijual.
Ciri negatif karakter pemasaran tidak memiliki tujuan, oportunis, dan tidak konsisten dan menyia-nyiakan diri sendiri. Namun ciri positifnya mencakup kesediaan mau berubah, berpikiran terbuka, adaptif dan murah hati.

2.4.2.      Orientasi Produktif
Orientasi yang produktif memiliki tiga dimensi yakni, kerja, cinta, dan penalaran. Karena manusia produktif bekerja menuju kebebasan positif yang realisasi terus menerus potensi mereka, maka mereka adalah orang-orang yang paling sehat dari semua tipe karakter. Hanya melalui aktivitas yang produktif barulah manusia dapat menjawab dilemma mereka, yaitu menyatu dengan dunia dan orang lain. Sembari mempertahankan keunikan dan individualitasnya. Solusi ini dapat dicapai hanya melalui kerja, cinta, dan pemikiran yang produktif.
Manusia yang sehat menilai kerja bukan sebagai akhir, melainkan sebagai cara pengekspresian diri secara kreatif. Mereka tidak bekerja untuk mengeksploitasi orang lain atau mengakumulasi kepemilikian material yang tidak dibutuhkan. Mereka tidak malas atau aktif, namun kompulsif, melainkan menggunakan kerja sebagai cara memproduksi hal-hal yang dibutuhkan untuk hidup.
Cinta yang produktif dicirikan oleh empat kualitas cinta seperti perhatian, tanggung jawab, penghargaan, dan pengenalan. Sebagai tambahan empat karateristik ini, manusia yang sehat memiliki biophilia (bio = hidup, philos/philia = cinta), yaitu cinta yang menggebu-gebu terhadap kehidupan dan semua yang hidup. Pribadi biophilia berhasrat mengembangkan semua kehidupan sampai sejauh mungkin – hidup manusia, hewan, tumbuhan, ide,dan budaya. Mereka focus pada pertumbuhan dan perkembangan diri mereka seperti terhadap orang lain. Individu-individu ingin mempengaruhi manusia lewat cinta, rasio, dan keteladanan – bukan dengan kekuatan pemaksaan. Fromm yakin bahwa cinta kepada orang lain dan cinta kepada diri sendiri tidak dapat dipisahkan namun bahwa cinta pada diri harus datang lebih dulu. Semua orang memiliki kemampuan untuk melakukan cinta yang produktif namun, sebagian besar tidak dapat mencapainya karena pertama-pertama mereka tidak dapat mencintai diri mereka sendiri apa adanya.
Pemikiran yang produktif, merupakan pemikiran yang tidak dapat dipisahkan dari kerja dan cinta yang produktif, dimotivasi oleh minat besar terhadap orang atau objek lain. Manusia yang sehat melihat orang lain sebagaimana adanya dan bukan seperti yang mereka inginkan terhadap orang-orang itu.Dengan cara yang sama mereka mengenal diri mereka sendiri apa adanya dan tidak perlu menipu diri sendiri.
Fromm (1947) percaya bahwa manusia yang sehat bersandar kepada sejumlah kombinasi dari kelima orientasi karakter ini. Perjuangan bertahan hidup sebagai individu yang sehat bergantung pada kemampuan mereka menerima hal-hal dari orang lain secara terbuka, mengambil hal-hal dengan tepat, menjaga hal-hal dengan baik, menukar hal-hal dengan benar, dan bekerja, mencintai, dan berpikir secara produktif.

2.5.   Implementasi dalam Konseling
Fromm percaya bahwa pasien datang untuk terapi mencari kepuasan untuk mereka sendiri mengenai Kebutuhan mengatasi perasaan kesendirian, mengatasi perasaan takut dan ketidakpastian menghadapi kemarahan, kebutuhan untuk memiliki ikatan-ikatan yang membuatnya merasa nyaman di dunia (merasa seperti di rumahnya), kebutuhan untuk sadar dengan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang terpisah, seperangkat keyakinan mengenai eksistensi hidup, perjalanan hidup-tingkah laku bagaimana yang harus dikerjakannya, yang mutlak dibutuhkan untuk memperoleh kesehatan jiwa. Oleh karena itu, terapi harus dibangun atas hubungan pribadi antara pasien dan terapis. Karena komunikasi yang intensif sangat penting untuk terapi pertumbuhan, terapis harus mampu berkonsentrasi dan mengucapkan ketulusan yang terjadi antar manusia (Fromm, 1963, p. 184). Sehingga pasien akan merasa saling menyatu satu sama lainnya. Sebagai bagian dari upayanya untuk mencapai komunikasi bersama, Fromm meminta pasien untuk mengungkapkan impian mereka. Dia percaya bahwa mimpi, serta dongeng dan mitos, yang dinyatakan dalam bahasa simbolik atau bahasa universal, manusia telah dapat mengembangkannya (Fromm, 1951). Fromm (1963) percaya bahwa terapis harus berusaha untuk tidak terlalu memaksakan kehendak dalam memahami pasien. Hanya dengan sikap keterkaitannya terhadap orang lain hingga akhirnya dapat benar-benar saling mengerti. Terapis tidak boleh melihat pasien sebagai suatu penyakit atau sampah masyarakat, tetapi melihat sebagai seorang manusia yang juga mempunyai kebutuhan sama dengan yang dimiliki semua orang


                                                                










BAB III
PENUTUP

3.1.   Kesimpulan
3.2.   Saran

























Daftar Pustaka



Calvin S. Hall & Gardner Lindsey, Teori-teori psikodinamika, Penerbit Kanisius, 1993.
Jess Feist & Gregory J. Feist, Teori Kepribadian, Salemba Humanika, 2010
Hall, Calvin dan dkk. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta:Kanisius
Suryabarata, Sumadi.2007.Psikologi Kepribadian.Jakarta: Raja Grafindo
 silahkan unduh disini



0 komentar:

Posting Komentar