BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Fromm mengembangkan system terapi yang dinamakannya
psikoanalisis humanistic yang menekankan aspek interpersonal dari hubungan
terapeutik. Klien mengikuti terapi untuk mencari kepuasan dari kebutuhan dasar kemanusiaannya.
Terapi harus dibangun melalui hubungan pribadi, komunikasi yang tepat, dan
penuh konsentrasi dan kasih saying. Hal ini akan mengembalikan perasaan klien
sebagai manusia yang independen.
Pemikiran Fromm tidak bisa lepas dari latar belakang kehidupannya yang dimulai dari lingkungan keluarga hingga menjadi mahasiswa. Fromm sangat dipengaruhi oleh tulisan Karl Max, terutama oleh karyanya yang pertama, The Economic and philosophical Manuscripts yang ditulis pada tahun 1944. Fromm membandingkan ide-ide Freud dan Marx, menyelidiki kontradiksinya dan melakukan percobaan yang sintesis. Meskipun Fromm dapat disebut sebagai seorang teoritikus kepribadian Marxian, ia sendiri lebih suka disebut humanis dialetik yaitu perjuangan manusia yang tidak pernah menyerah untuk memperoleh martabat dan kebebasan, dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia
Pemikiran Fromm tidak bisa lepas dari latar belakang kehidupannya yang dimulai dari lingkungan keluarga hingga menjadi mahasiswa. Fromm sangat dipengaruhi oleh tulisan Karl Max, terutama oleh karyanya yang pertama, The Economic and philosophical Manuscripts yang ditulis pada tahun 1944. Fromm membandingkan ide-ide Freud dan Marx, menyelidiki kontradiksinya dan melakukan percobaan yang sintesis. Meskipun Fromm dapat disebut sebagai seorang teoritikus kepribadian Marxian, ia sendiri lebih suka disebut humanis dialetik yaitu perjuangan manusia yang tidak pernah menyerah untuk memperoleh martabat dan kebebasan, dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia
1.2.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Sejarah Timbulnya Psikoanalisis Sosial dan
Perkembangannya ?
2.
Bagaimana asumsi – asumsi dasar From ?
3.
Kebagaimana kebutuhan – kebutuhan manusia ?
4. Bagaimana Orientasi – orientasi Karakter
?
5. Bagaimana Implementasi dalam Bimbingan
Konseling ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah :
1. Untuk Menjelaskan Sejarah Psikoanalisis
Sosial dan Perkembangannya.
2. Untuk Menelaskan Asumsi- asumsi dasar
From.
3. Untuk menjelaskan Kebutuhan- kebutuhan
Manusia.
4. Untuk menjelaskan Orientasi – orientasi
Karakter
5. Untuk Menjeaskan Implementasi dalam
Bimbingan Konseling
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
SEJARH
TIMBULNYA PSIKOANALISIS SOSIAL dan PERKEMBANGANNYA
Erich Fromm
lahir di Frankfrut, Jerman, pada tanggal 23 Maret 1900 dan belajar psikologi
dan sosiologi di Universitas Heidelberg, Frankfrut dan Munich. Setelah meraih
gelar Ph.D dari Heidelberg tahun 1922, ia belajar psikoanalisis di Munich dan
Institut Psikoanalisis di Munich dan Institut Psikoanalisis Berlin yang
terkenal. Ia pergi ke Amerika Serikat tahun1933 sebagai lector di Institut
Psikoanalisis di Chicago kemudian ia melakukan praktik privat di New York City.
Ia pernah mengajar pada sejumlah universitas dan institut di negara ini dan
meksiko. Buku-bukunya mendapat perhatian yang luar biasa, tidak hanya oleh
ahli-ahli dalam bidang psikologi, sosiologi, filsafat, dan agama tetapi juga
oleh masyarakat umum.
Fromm sangat di
pengaruhi oleh tulisan karya Karl Marx, terutama oleh karyanya yang pertama, The economic and philoshophical manuscripts
yang di tulis pada tahun 1844. Karya Karl Marx ini di terjemahkan dalam bahasa
Inggris oleh T.B. Bottomore termuat dalam Marx’s
concept of man karangan Fromm (1961). Dalam Beyond the chains of illusion (1962), Fromm membandingkan ide-ide
Freud dan Marx, menyelidiki kontradiksi-kontradiksinya dan mencoba melakukan
sintesis. Kontradiksi yang di maksud adalah bahwa seorang pribadi merupakan
bagian tetapi sekaligus terpisah dari alam, merupakan binatang dan sekaligus
manusia.Sebagai binatang, orang memiliki kebutuhan-kebutuhan fisiologis
tertentu yang harus dipuaskan. Sebagai manusia, orang memiliki kesadaran diri,
pikiran, dan daya khayal. Pengalaman-pengalaman khas manusia meliputi perasaan
lemah lembut, cinta, perasaan kasihan, sikap-sikap perhatian tanggung jawab,
identitas, integritas, bisa norma (1968). Kedua aspek individu, yakni aspek
binatang dan aspek manusia, merupakan kondisi-kondisi dasar eksistensi manusia.
“Pemahaman tentang psikhe manusia harus
berdasarkan analisis tentang kebutuhan-kebutuhan manusia yang berasal dari
kondisi-kondisi eksistensinya”. (1955, hlm. 25).
Fromm memandang
Marx sebagai pemikir yang lebih unggul daripada Freud dan menggunakan psikoanalisis
terutama untuk mengisi celah-celah dalam pemikiran Marx. Fromm (1959) menulis
analisis yang sangat kritis bahkan polemis tentang kepribadian Freud dan
pengaruhnya, berbeda sekali dengan kata-kata pujian yang diberikannya bagi Marx
(1961). Meskipun Fromm dapat disebut dengan tepat sebagai seorang teoritikus
kepribadian Marxian, namun ia sendiri lebih suka disebut humanis dialetik.
Tema dasar dari
semua tulisan Fromm adalah orang yang merasa kesepian dan terisolasi karena ia
dipisahkan dari alam dan orang-orang lain. Keadaan isolasi ini tidak ditentukan
dalam semua spesies binatang; itu adalah situasi khas manusia. Anak misalnya,
bebas dari ikatan-ikatan primer dengan orangtuanya, tetapi dengan akibat bahwa
ia merasa terisolasi dan tak berdaya. Seorang anak akhirnya terkatung-katung
dalam suatu dunia yang sama sekali asing. Anak kecil ia adalah milik seseorang
dan memiliki perasaan berhubungan dengan dunia dan orang-orang lain, meskipun
ia tidak bebas. Dengan latar belakang pendidikan ajaran psikoanalisis Freud dan
dipengaruhi oleh Karl Marx, Karen Horney, dan teoritikus berorientasi sosial
lainnya, Fromm mengembangkan teori kepribadian yang menekankan pengaruh factor
sosiobiologis, sejarah, ekonomi, dan struktur kelas. Dalam bukunya, Escape from freedom (1941), Fromm
mengembangkan tesis bahwa karena manusia menjadi semakin bebas dari abad ke
abad, maka mereka juga makin merasa kesepian. Jadi kebebasan menjadi keadaan
negative dari mana manusia melarikan diri.
2.2.
ASUMSI-ASUMSI
DASAR FROM
Asumsi dasar Fromm adalah
bahwa kepribadian individu dapat dimengerti hanya dengan memahami sejarah
manusia. “Diskusi mengenai keadaan manusia harus mendahulukan fakta bahwa
kepribadian dan psikologi harus didasari oleh konsep antropologis-filosofis
akan keberadaan manusia” (Fromm, 1947, hlm. 45).
Fromm (1947) percaya bahwa manusia, tidak seperti binatang lainnya,
telah “tercerai berai” dari kesatuan prasejarahnya dengan alam. Mereka tidak
memiliki insting kuat untuk beradaptasi dengan dunia yang berubah, melainkan
mereka telah memperoleh kemampuan bernalar-keadaan yang di sebut Fromm sebagai dilema manusia.
Manusia mengalami dilema dasar ini karena mereka telah terpisah
dengan alam, namun memiliki kemampuan untuk menyadari bahwa diri mereka telah
menjadi makhluk yang terasing. Kemampuan bernalar manusia adalah anugrah
danjuga kutukan. Di satu sisi, kemampuan ini membiarkan manusia bertahan, namun
di sisi lain, hal ini memaksa manusia berusaha untuk menyelesaikan dikotomi
dasar yang tidak ada jalan keluarnya. Fromm menyebut hal tersebut sebagai
“dikotomi eksistensial”(existensial
dichotomies). Mereka hanya bisa bereaksi terhadap diktonomi ini tergantung
pada kultur dan kepribadian masing-masing individu.
Dikotomi pertamadan paling
fundamental adalah antara
hidup dan mati. Realisasi diri dan nalar mengatakan bahwa kita akan mati, namun
kita berusaha mengingkari hal ini dengan menganggap adanya kehidupan setelah
kematian, usaha yang tidak merubah fakta bahwa hidup kita akan diakhiri dengan
kematian.
Dikotomi ekstensial kedua adalah bahwa manusia mampu membentuk konsep tujuan dari realisasi
diri utuh, namun kita juga menyadari bahwa hidup hidup terlalu singkat untuk
mencapai tujuan itu. “Hanya bila rentang kehidupan seorang individu sama
panjangnya dengan rentang kehidupan seluruh umat manusia, maka ia bisa
berpartisipasi dalam perkembangan manusia yang terjadi dalam proses sejarah”
(Fromm, 1947, hal. 42).
Dikotomi ekstensial ketiga adalah bahwa manusia pada akhirnya hanya sendiri, namun kita tetap
tidak bisa menerima pengucilan atau isolasi. Mereka sadar bahwa dirinya adalah
individu yang terpisah, di saat yang bersamaan mereka percaya bahwa kebahagiaan
mereka bergantung pada ikatan mereka dengan manusia lain. Walaupun manusia
tidak dapat menyelaesaikan permasalahan antara kesendirian atau ikatan
kebersamaan, mereka harus berusaha atau mereka terancam menjadi gila.
2.3.
KEBUTUHAN
MANUSIA
Kebutuhan dasar manusia secara fisiologis adalah rasa lapar, seks
dan keamanan. Kebutuhan-kebutuhan eksistensial telah muncul saat evolusi budaya
manusia, tumbuh dari usaha mereka untuk menemukan jawaban atas keberadaan
mereka dan untuk menghindari ketidakwarasan. Fromm (1955) menyatakan bahwa
“satu perbedaan penting antara manusia yang sehat mental dan manusia neurotic
atau tidak waras adalah bahwa manusia yang sehat secara mental menemukan
jawaban atas keberadaan mereka – jawaban yang lebih sesuai dengan jumlah
kebutuhan manusia”. Dengan kata lain, individu yang sehat lebih mampu menemukan
cara untuk bersatu kembali dengan dunia, dengan secara produktif memenuhi
kebutuhan manusiawi akan keterhubungan, keunggulan, keberakan, kepekaan akan
identitas, dan kerangka orientasi.
Tabel Rangkuman Kebutuhan Manusia Menurut Fromm
Komponen Negatif Komponen Positif
1.
|
Keterhubungan
|
Kepasrahan atau dominasi
|
Cinta
|
2.
|
Keunggulan
|
Hal-hal destruktif
|
Hal-hal kreatif
|
3.
|
Keberakaran
|
Fiksasi
|
Keutuhan
|
4.
|
Kepekaan akan identitas
|
Penyesuaian dengan kelompok
|
Individualitas
|
5.
|
Kerangka orientasi
|
Tujuan Irasional
|
Tujuan Rasional
|
Sumber: Feist & Feist, 2010, hlm. 234
2.3.1.
Keterhubungan
Kebutuhan manusia atau kebutuhan eksistensial pertama adalah
keterhubungan (relatedness), dorongan
yang bersatu dengan satu orang atau lebih. Fromm menyatakan tiga cara dasar
bagi manusia untuk terhubungan dengan dunia:
a.
Kepasrahan
b.
Kekuasaan
c.
Cinta
Seseorang dapat pasrah pada orang
lain, kelompok, atau institusi agar menjadi satu dunia. “Dengan cara ini
keberadaannya sebagai individu tidak lagi terpisah dan ia menjadi bagian dari
seseorang atau sesuatu yang lebih besar dari dirinya dan merasakan jati diri
dalam hubungannya dengan kekuasaan yang dimiliki oleh siapapun tempat manusia
tersebut memasrahkan dirinya”. (Fromm, 1981, hlm. 2).
Ketika seseorang dominan dan
seseorang pasrah (submisif)saling menemukan, mereka sering kali menciptakan
hubungan simbiosis, yang memuaskan
keduanya. Walaupun simbiosis tersebut menyenangkan, hal ini menghalangi
pertumbuhan menuju integritas dan kesehatan psikologis. Keduanya “hidup dari
satu sama lain, memuaskan kebutuhan mereka akan kedekatan, namun kekurangan
kekuatan dari dalam diri sendiri dan ketergantungan diri yang membutuhkan
kebebasan dan kemandirian”. (Fromm, 1981, hlm. 2).
Orang-orang dalam hubungan simbiosis
saling tertarik bukan oleh cinta, namun karena putus asa dalam memenuhi
kebutuhan akan keterhubungan, yang tidak akan terpuaskan secara utuh dengan
hubungan seperti itu. Kesatuannya didasari oleh permusuhan. Orang-orang dalam
hubungan simbiosis menyalahkan pasangan mereka karena mereka tidak memuaskan
kebutuhan yang lain secara utuh. Mereka akan mencari kepasrahan atau kekuasaan
tambahan dan hasilnya, mereka akan semakin bergantung pada pasangan mereka dan semakin
tidak individual.
Fromm percaya cinta adalah satu-satunya jalan untuk seseorang bersatu dengan
dunia dan dalam waktu yang sama, mencapai individualitas dan
integritas.Iamendefinisikan cinta sebagai sebagai, “kesatuan dengan seseorang
atau sesuatu di luar diri denagn kondisi memegang teguh keterpisahan dan
integritas diri sendiri” (Fromm, 1981, hlm 3). Cinta meliputi persamaan dan
berabgi dengan orang lain, namun tetap membiarkan seseorang untuk mendapat
kebebasan untuk menjadi unik dan terpisah. Cinta membiarkan seseorang untuk
memuaskan kebutuhan mereka akan keterhubungan tanpa mengorbankan integritas dan
kemandirian. Dalam cinta dua orang dapat menjadi satu, namun tetap terpisah.
Seni mencintai (The Art Of Loving), Fromm (1956) menyebutkan emapt elemen dasar
yang biasa dalam sebuah cinta yang tulus yakni:
1.
Rasa
peduli, seseorang yang mencintai orang lain harus peduli akan orang tersebut
dan mau menjaganya.
2.
Tanggung
jawab, yaitu kemauan dan kemampuan untuk merespon dan menanggapi kebutuhan fisk
dan psikologis pasangannya.
3.
Rasa
hormat, menghormati mereka apa adanya dan menghindari keinginan untuk berusaha
mengubah mereka.
4.
Pengetahuan,
seseorang bisa menghormati orang lain hanya jika mereka memiliki pengetahuan
orang tersebut.
Dengan demikian, rasa peduli,
tanggung jawab, rasa hormat, dan pengetahuan saling berkaitan dalam hubungan
cinta.
2.3.2.
Keunggulan
Seperti hewan lainnya, manusia dilempar ke dunia tanpa persetujuan
dan keinginan mereka serta di tiadakan dari dunia-juga tanpa persetujuan dan
kemauan mereka. Akan tetapi berbeda dengan hewan, manusia tergerak oleh
kebutuhan akan keunggulan (transcendence)
yang didefinisikan sebagai dorongan untuk melampaui keberadaan yang pasif dan
kebutuhan menuju “alam penuh makna dan kebebasan” (Fromm, 1981, hal. 4).
Manusia dapat mengungguli sifat pasif mereka baik dengan cara
menciptakan maupun menghancurkan kehidupan. Berkreasi berarti aktif dan peduli
akan hal-hal yang diciptakan. manusia menjadi kreatif dangan banyak cara lain
seperti seni, agama, gagasan, hukum, produksi materi, dan cinta. Sedangkan
dalam anatomi sifat merusak manusia (anatomy of human destructiveness), Fromm
(1973) menyatakan bahwa manusia adalah satu-satunya spesies yang menggunakan agresi keji (malignant aggression),
yaitu membunuh untuk alasan selain mempertahankan diri.
2.3.3.
Keberakaran
Ketika manusia berevolusi sebagai
spesies terpisah kehilangan rumah mereka di dunia alam. Di saat yang bersamaan,
kapasitas pikiran mereka membuat mereka menyadari bahwa mereka tidak memiliki
rumah dan tidak memiliki akar. Konsekuensinya adalah perasaan keterasingan dan
ketidakberdayaan ini tak tertahankan.
Keberakaran juga dapat dicari
melalui cara produktif dan nonproduktif. Dengan cara produktif, ketika manusia
berhenti disapih oleh ibu mereka dan lahir secara utuh, mereka secara aktif dan
kreatif berhubungan dengan dunia dan menjadi utuh atau terintegrasi. Ikatan
baru dengan dunia alam ini memberikan rasa aman dan dan menciptakan kembali
rasa keterlibatan dan keberakaran.
Secara nonproduktif keberakaran
yaitu fiksasi (keengganan yang kuat untuk bergerak melampaui keamanan dan
perlindungan yang diberikan oleh seorang ibu. Orang-orang mencari keberakaran
melalui fiksasi adalah orang-orang yang “takut akan langkah selanjutnya setelah
kelahiran dan untuk berhenti disapih oleh ibu mereka. Mereka adalah orang-orang
yang bergantung secara eksternal dan takut serta merasa tidak aman ketika tidak
lagi mendapat perlindungan sang ibu” (Fromm, 1955, hal. 40). Ibu adalah yang
menyediakan akar bagi anak-anak dan memotivasi mereka untuk mengembangkan
individualitas dan nalar mereka atau menjadi terfiksasi dan tidak mampu tumbuh
secara psikologis.
Fromm (1977) memilih teori Bachofen
dimana ibu sebagai pusat yang berkaitan pada setiap situasi oedipal (menyukai
wanita yang lebih tua) di banding pemikiran Freud yang lebih berpusat pada
ayah. Hal ini sangat konsisten dengan kehidupan Fromm dimana istri pertama
Fromm yaitu Freida Fromm Reichmann berusia sepuluh tahun lebih tua dari Erich
Fromm. Kekasihnya, Karen Horney, berusia lima belas tahun lebih tua darinya.
Menurut Fromm tentang Oedipus complex adalah keinginan untuk kembali ke rahim
ibu atau seseorang dengan fungsi keibuan yang harus dilihat dalam ketertarikannya
pada wanita lebih tua.
2.3.4.
Kepekaan akan identitas
Kebutuhan manusia ke empat adalah kepekaan akan identitas (sense of identity) atau kemampuan untuk
menyadari diri sendiri sebagai wujud terpisah. Oleh karena kita telah
terpisahkan dari alam, maka kita harus membentuk konsep akan diri kita sendiri
dan untuk mampu berkata “saya adalah saya” atau “saya adalah subjek dari dari
tindakan saya”. Fromm (1981) percaya bahwa manusia primitive mengidentifikasi
diri mereka lebih dekat dengan klanmereka dan tidak melihat dirinya sebagai
individu yang terpisah dari kelompok.
Fromm setuju dengan Marx bahwa
bangkitnya kapitalisme lebih memberikan kebebasan politik dan ekonomi kepada
manusia. Identitas sebagian besar orang tetap bergantung pada keterikatan
mereka dengan orang-orang lain atau institusi, seperti bangsa, agama,
pekerjaan, dan kelompok sosial.
Identitas kelompok baru berkembang dimana kepekaan akan identitas
tersebut bergantung pada rasa keterlibatan yang tak tersangkalkan pada sebuah
kelompok besar, bukan identitas praindividualitas klan. Fakta bahwa keseragaman
dan konformitas sering kali tidak dikenali sebagai identitas tersebut, dan juga
diselimuti oleh khayalan individualitas, tidak dapat mengingkari fakta yang
ada.
Orang-orang neurotic berusaha ntuk mengikat diri mereka dengan
orang yang lebih berkuasa atau institusi sosial atau politik. Akan tetapi,
orang normal memiliki sedikit kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan
kelompoknya dan sedikit kebutuhan utntuk menyesuaikan diri dengan kelompoknya dan
sedikit kebutuhan untuk menyerahkan rasa dan kesadaran mereka secara individu.
2.3.5.
Kerangka
Orientasi
Kebutuhan terakhir manusia adalah kerangka orientasi (frame of orientation). Oleh karena
terpisah dari dunia alam, maka manusia membutuhkan peta jalan, kerangka arah
atau orientasi, untuk mencari jalannya dalam dunia. Tanpa peta tersebut
“manusia tidak akan mampu dan kebingungan melakukan tindakan dengan tujuan dan
konsistensi” (Fromm, 1973, hlm. 230). Kerangka orientasi membuat manusia bisa
mengatur berbagai macam rangsang yang mengganggu mereka. Manusia yang memiliki
kerangka orientasi yang kuat dapat menjelaskan kejadian dan fenomena yang
terjadi, sedangkan apabila lemah akan menempatkan kejadian-kejadian tersebut
dalam suatu kerangka agar ia mendapat penjelasan yang masuk akal mengenainya.
Setiap orang memiliki filosofi, suatu cara konsisten dalam
memandang sesuatu. Banyak orang terlalu menggangap benar filosofi dan kerangka
panduan mereka sehingga apapun yang asing dalam pandangan mereka akan di nilai
“gila” atau “tidak masuk akal”. Apapun yang konsisten dengan filosofi dan
kerangka panduan mereka semata-mata dianggap sebagai “akal sehat” (common sense).
Peta jalan tanpa sasaran atau tujuan tidak ada artinya. Untuk
menjaga kewarasan, bagaimanapun, mereka membutuhkan sasaran akhir atau “objek
pengabdian” (Fromm, 1976, hlm. 137). Sasaran objek pengabdian ini memusatkan
energy manusia menuju satu arah, memungkinkan manusia untuk mengungguli
keberadaannya yang terasing, dan mengubah arti hidup mereka
2.4.
ORIENTSI
KARAKTER
Kepribadian tercermin pada orientasi karakter seseorang, yaitu cara
relative manusia yang permanen untuk berhubungan dengan orang atau hal lain.
Fromm (1947) mendefinisikan kepribadian sebagai “keseluruhan kualitas psikis
yang di warisi dan diperoleh yang merupakan karakteristik individu dan
menjadikannya individu yang unik”.
Karakter didefinisikan sebagai “system yang relative permanen dari
semua dorongan noninstigtif di mana melaluinya manusia menghubungkan dirinya
dengan dunia manusia dan alam” (Fromm, 1973, hlm, 226). Fromm (1992) percaya
bahwa karakter adalah pengganti kurangnya insting. Bukannya bertindak sesuai
dengan insting, manusia malah bertindak menurut karakter mereka. Apabila mereka
harus berhenti dan memikirkan akibat dari perilaku mereka, maka tindakan mereka
akan menjadi tidak efisien dan tidak konsisten.
Manusia menggabungkan diri dengan dunia melalui dua cara – dengan
memperoleh dan menggunakan suatu hal (asimilasi) dan dengan menghubungkan
dirinya dengan yang lain (sosialisasi).
2.4.1.
Orientasi
non produktif
Fromm menggunakan istilah “nonproduktif” untuk menerangkan
cara-cara yang gagal untuk menggerakkan manusia lebih dekat pada kebebasan
positf dan realisasi diri. Orientasi nonproduktif, bagaimanapun, tidak
sepenuhnya negative dan positif. Kepribadian selalu merupakan paduan atau
kombinasi dari beberapa orientasi, walaupun salah satunya dominan.
2.4.1.1.1.
Representatif
Karakter resperetif merasa bahwa sumber segala hal yang baik berada
di luar diri mereka dan satu-satunya cara untuk berhubungan dengan dunia adalah
dengan menerima sesuatu, termasuk cinta, pengetahuan dan kepemilikan materi.
Mereka lebih berpikir untuk menerima daripada memberi dan mereka ingin orang
lain menyirami mereka dengan cinta, gagasan dan hadiah.
Kualitas negative orang-orang reperetif mencakup kepasifan,
kepasrahan, dan kurangnya rasa percaya.
2.4.1.2.
Eksploittif
Karakter eksploitatif percaya bahwa sumber segala hal yang baik
berada diluar mereka. Berbeda dengan orang-orang reseptif, mereka mengambil
dengan agresif apa yang mereka inginkan, bukannya menerima secara pasif. Dalam
hubungan sosial mereka, mereka cenderung menggunakan kelicikan atau kekuatan
untuk mengambil pasangan, gagasan, atau milik orang lain. Seorang pria
ekploitatif akan mungkin “jatuh cinta” dengan istri seseorang, bukan karena ia
benar-benar menyukainya, namun karena ia ingin memeras suaminya. Dalam bidang
gagasan, orang-orang eksploitatif lebih memilih untuk mencuri atau membajak
daripada menciptakan. Berbeda dengan karakter respretif mereka ingin mengungkapkan
pendapat mereka, namun biasanya merupakan pendapat yang dicuri.
Sisi negative karakter ekploitatif yaitu egosentris, angkuh,
arogan, dan penggoda. Sisi positifnya, yaitu implusif, bangga, menarik, dan
percaya diri.
2.4.1.3.
Menimbun
Karakter menimbun bertujuan untuk
menyimpan apa yang sudah mereka dapatkan. Mereka memegang segala sesuatu tetap
dalam dirinya dan tidak membiarkan satu hal pun lepas.Mereka menyimpan uang,
perasaan, dan pikiran untuk mereka sendiri. Dalam hubungan cinta mereka
berusaha memiliki cinta seseorang dan menjaga hubungan itu daripada
membiarkannya berusaha dan tumbuh. Mereka mirip dengan karakter anal Freud
dalam hal keteraturan yang berlebih-lebihan, keras kepala dan pelit. Namun
begitu, Fromm(1964) percaya bahwa karakter penimbun watak anal ini bukan hasil
dari dorongan-dorongan seksual melainkan bagian dari ketertarikan umum mereka
kepada segala sesuatu yang tidak hidup, termasuk feses.
Sifat negatif dari kepribadian
diantara mencakup kekakuan, kegersangan, bersikeras, kompulsif, dan kurang
kreatif; sebaliknya, karakter positifnya mencakup suka kerapihan, suka
kebersihan, hemat, dan ketepatan waktu.
2.4.1.4.
Memasarkan
Karakter memasarkan tumbuh dari
perdagangan modern di mana perdagangan bukan lagi milik personal melainkan
dilakukan koperasi-koperasi raksasa tak berwajah. Konsisten dengan
tuntutan-tuntutan perdagangan modern karakter marketing melihat diri mereka
sebagai diri mereka sebagai komoditas di mana nilai pribadi mereka bergantung
kepada nilai tukar mereka, yaitu kemampuan untuk menjual diri mereka sendiri.
Kepribadian memasarkan atau
pertukaran harus melihat diri mereka selalu berada dalam permintaan yang
konstan. Mereka harus membuat orang lain percaya bahwa mereka harus memiliki
kecakapan khusus dan pandai menjual. Rasa aman pribadi terletak diatas landasan
yang labil karena mereka harus menyesuaikan kepribadian mereka dengan apa yang
sedang diminati. Mereka memainkan banyak peran dan dituntun oleh motto. “Aku
adalah apa yang kamu inginkan. “(Fromm, 1947, hlm. 73).
Manusia berkepribadian ini tidak
memiliki masa lalu atau masa depan, dan tidak memiliki prinsip atau nilai
permanen. Mereka memiliki sedikit saja sifat positif dibandingkan orientasi
yang lain. Karena pada dasarnya mereka adalah bejana kosong yang harus diisi
dengan apapun karateristik yang paling laris dijual.
Ciri negatif karakter pemasaran
tidak memiliki tujuan, oportunis, dan tidak konsisten dan menyia-nyiakan diri
sendiri. Namun ciri positifnya mencakup kesediaan mau berubah, berpikiran
terbuka, adaptif dan murah hati.
2.4.2.
Orientasi
Produktif
Orientasi yang produktif memiliki tiga dimensi yakni, kerja, cinta,
dan penalaran. Karena manusia produktif bekerja menuju kebebasan positif yang
realisasi terus menerus potensi mereka, maka mereka adalah orang-orang yang
paling sehat dari semua tipe karakter. Hanya melalui aktivitas yang produktif
barulah manusia dapat menjawab dilemma mereka, yaitu menyatu dengan dunia dan
orang lain. Sembari mempertahankan keunikan dan individualitasnya. Solusi ini
dapat dicapai hanya melalui kerja, cinta, dan pemikiran yang produktif.
Manusia yang sehat menilai kerja bukan sebagai akhir, melainkan
sebagai cara pengekspresian diri secara kreatif. Mereka tidak bekerja untuk
mengeksploitasi orang lain atau mengakumulasi kepemilikian material yang tidak
dibutuhkan. Mereka tidak malas atau aktif, namun kompulsif, melainkan
menggunakan kerja sebagai cara memproduksi hal-hal yang dibutuhkan untuk hidup.
Cinta yang produktif dicirikan oleh empat kualitas cinta seperti
perhatian, tanggung jawab, penghargaan, dan pengenalan. Sebagai tambahan empat
karateristik ini, manusia yang sehat memiliki biophilia (bio = hidup,
philos/philia = cinta), yaitu cinta yang menggebu-gebu terhadap kehidupan dan
semua yang hidup. Pribadi biophilia berhasrat mengembangkan semua kehidupan
sampai sejauh mungkin – hidup manusia, hewan, tumbuhan, ide,dan budaya. Mereka
focus pada pertumbuhan dan perkembangan diri mereka seperti terhadap orang
lain. Individu-individu ingin mempengaruhi manusia lewat cinta, rasio, dan
keteladanan – bukan dengan kekuatan pemaksaan. Fromm yakin bahwa cinta kepada
orang lain dan cinta kepada diri sendiri tidak dapat dipisahkan namun bahwa
cinta pada diri harus datang lebih dulu. Semua orang memiliki kemampuan untuk
melakukan cinta yang produktif namun, sebagian besar tidak dapat mencapainya
karena pertama-pertama mereka tidak dapat mencintai diri mereka sendiri apa
adanya.
Pemikiran yang produktif, merupakan
pemikiran yang tidak dapat dipisahkan dari kerja dan cinta yang produktif,
dimotivasi oleh minat besar terhadap orang atau objek lain. Manusia yang sehat
melihat orang lain sebagaimana adanya dan bukan seperti yang mereka inginkan
terhadap orang-orang itu.Dengan cara yang sama mereka mengenal diri mereka
sendiri apa adanya dan tidak perlu menipu diri sendiri.
Fromm (1947) percaya bahwa manusia
yang sehat bersandar kepada sejumlah kombinasi dari kelima orientasi karakter
ini. Perjuangan bertahan hidup sebagai individu yang sehat bergantung pada
kemampuan mereka menerima hal-hal dari orang lain secara terbuka, mengambil
hal-hal dengan tepat, menjaga hal-hal dengan baik, menukar hal-hal dengan
benar, dan bekerja, mencintai, dan berpikir secara produktif.
2.5.
Implementasi dalam Konseling
Fromm
percaya bahwa pasien datang untuk terapi mencari kepuasan untuk mereka sendiri
mengenai Kebutuhan mengatasi perasaan kesendirian, mengatasi perasaan takut dan
ketidakpastian menghadapi kemarahan, kebutuhan untuk memiliki ikatan-ikatan
yang membuatnya merasa nyaman di dunia (merasa seperti di rumahnya), kebutuhan
untuk sadar dengan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang terpisah, seperangkat
keyakinan mengenai eksistensi hidup, perjalanan hidup-tingkah laku bagaimana
yang harus dikerjakannya, yang mutlak dibutuhkan untuk memperoleh kesehatan
jiwa. Oleh karena itu, terapi harus dibangun atas hubungan pribadi antara
pasien dan terapis. Karena komunikasi yang intensif sangat penting untuk terapi
pertumbuhan, terapis harus mampu berkonsentrasi dan mengucapkan ketulusan yang
terjadi antar manusia (Fromm, 1963, p. 184). Sehingga pasien akan merasa saling
menyatu satu sama lainnya. Sebagai bagian dari upayanya untuk mencapai
komunikasi bersama, Fromm meminta pasien untuk mengungkapkan impian mereka. Dia
percaya bahwa mimpi, serta dongeng dan mitos, yang dinyatakan dalam bahasa
simbolik atau bahasa universal, manusia telah dapat mengembangkannya (Fromm,
1951). Fromm (1963) percaya bahwa terapis harus berusaha untuk tidak terlalu
memaksakan kehendak dalam memahami pasien. Hanya dengan sikap keterkaitannya
terhadap orang lain hingga akhirnya dapat benar-benar saling mengerti. Terapis
tidak boleh melihat pasien sebagai suatu penyakit atau sampah masyarakat,
tetapi melihat sebagai seorang manusia yang juga mempunyai kebutuhan sama
dengan yang dimiliki semua orang
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
3.2.
Saran
Daftar Pustaka
Calvin S. Hall & Gardner Lindsey, Teori-teori
psikodinamika, Penerbit Kanisius, 1993.
Jess Feist & Gregory J. Feist, Teori
Kepribadian, Salemba Humanika, 2010
Hall, Calvin dan dkk. 1993. Teori-Teori Psikodinamik
(Klinis).Yogyakarta:Kanisius
Suryabarata, Sumadi.2007.Psikologi Kepribadian.Jakarta: Raja Grafindo
Suryabarata, Sumadi.2007.Psikologi Kepribadian.Jakarta: Raja Grafindo
silahkan unduh disini
0 komentar:
Posting Komentar