Jumat, 03 Juli 2015

MODEL DAN POLA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING



MODEL DAN POLA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
 A. Model-model Bimbingan
Istilah model menurut Shertzer dan Stone (1981) adalah suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Model-model itu sendiri dikembangkan oleh orang tertentu untuk menghadapi tantangan dan permasalahan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan dalam lingkungan pendidikan. Adapun beberapa model dari beberapa ahli adalah sebagai berikut:
  1. Frank Parsons, menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan kompenen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
  2. William M. Proctor (1925), mengembangkan model bimbingan dan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada sisiwa dalam memilih progam studi, membantu mengambil langkah dalam mencapai cita-cita yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan siswa.
  3. John M. Brewer (1932), mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan perkembangan.
  4. Donal G. Patterson (1938), dikenal dengan metode klinis yang menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenal konseli dengan menggunakan tes psikologi dan studi diagnostic.
  5. Wilson Little dan AL. Champman (1955), menekankan perlunya bimbingan dalam memberikan bantuan kepada semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin dan pergaulan sosial. Model ini menggunakan bentuk pelayanan individual dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventive dan perseveratif dan melayani bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.
  6. Kennet B.  Hoyt (1962), mendeskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan siswa. Model ini menekankan pelayanan individual dan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif, perseveratif, dan remedial dan mengutamakan ragam bimbingan belajar dan individu.
  7. Ruth Strabf (1964), berpandangan mwnyangkut bimbingan melalui wawancara konseling. Model ini menekankan bentuk pelayanan individudan pelayanan secara kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan  dan wawancara konseling.
  8. Arthur J. Jones (1970), menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa dalam menentukan pilihan-pilihan dan dalam penyesuain diri. Bantuan ini terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan bidang pekerjaan. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan, mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatatan dan memberi  tekanan pada komponen bimbingan penenpatan dan pengumpulan data serta wawancara.
  9. Chris D. Kehas (1970), merumuskan tujuan pendidikan di sekolah adalah pada perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi pada kenyataannya hanya aspek intelektual saja yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam rangka meningkatkan efektifitas proses belajar mengajar di kelas.
  10. Ralp Moser dan Norman A. Srinthall (1971), mengajukan usul agar di sekolah diberi pendidikan psikologi yang dirancang guna menunjang perkembangan kepribadian para siswa. Dengan model tersebut, Pelayanan bimbingan tidak hanya dibatasi pada mereka yang melakukan konseling pada konselor, akan tatapi samapai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis
  11. Julius Menacker (1976), model ini menekankan pada usaha mengadakan perubahan pada lingkungan hidup serta mengatasi masalah yan menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Model ini memiliki keunggulan bahwa pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya.
B.  Pola-pola Dasar Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
1.    Pola Generalis
Bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa. Pada akhirnya bimbingan hanya dianggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
2.      Pola Spesialis
Bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan bimbingan konseling.
3.      Pola Kurikuler
Bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi positif dari pola dasar ini ialah hubungan langsung terlibat dalam seluk-beluk pengajaran, segi negatifnya terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik.

4.      Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental
Bahwa orang akan lebih hidup bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain. Segi positif pola dasar ini adalah peningkatan kerja sama antara anggota-anggota staf pendidik di institusi pendidikan dan integrasi sosial di antara peserta didik dengan staf pendidik.
5.      Pola 17 plus
Layanan konseling yang diberikan kepada peserta didik untuk belajar dengan efektif. Efektivitas konseling dapat tercapai bila seorang konselor atau guru pembimbing melaksanakan pola 17, antara lain:
1.    Bidang Bimbingan Pribadi
Merupakan usaha bimbingan, dalam menghadapi dan memecahkan masalah pribadi seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan, serta sebagai seperangkat usaha bantuan kepada peserta didik agar dapat mengahadapi sendiri masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya.
2.    Bidang Bimbingan Sosial
untuk mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggungjawab.
3.    Bidang Bimbingan Belajar
untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.
4.    Bidang Bimbingan Karier
untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan.
  1. Bidang Bimbingan Kehidupan Berkeluarga
Merupakan usaha bimbingan dalam memecahkan masalah keluarga untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah.
  1. Bidang Bimbingan Kehidupan Beragama
Agar mampu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang berkaitan tentang keagamaan,dan dibantu dicarikan alternatif bagi pemechan masalahnya yang berkenaan dengan keagamaan, serta agar siswa memiliki pemahaman yang baik dan benar tentang ajaran agamanya,memecahkan masalah yang berkaitan dengan agama dilingkungan sekolah,keluarga dan masyarakat.
Sedangkan sembilan layanan bimbingan dan konseling meliputi :
  1. Layanan Orientasi
Layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.
  1. Layanan Informasi
Layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

  1. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan.
  1. Layanan Penguasaan Konten
Layanan yang memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.
  1. Layanan Konseling Perorangan
Layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
  1. Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahaman dan Pengembangan
  1. Konseling Kelompok
Layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
  1. Layanan Konsultasi
Layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.
  1. Layanan Mediasi
Layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar mereka.
Dan lima kegiatan pendukung layanan bimbingan dan konseling, meliputi:
  1. Aplikasi Instrumentasi, Yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang diri peserta didik (konseli), keterangan tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan yang lebih luas. Pengumpulan data ini dapat dilakukan denagn berbagai cara melalui instrumen baik tes maupun nontes.
  2. Himpunan Data dan Studi Kasus, Yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik (konseli). Himpunan data perlu dielenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu, dan sifatnya tertutup.
  3. Kunjungan Rumah, Yaitu kegiatan pendukudng bimbingan dan konseling untuk memperoleh data, keteranang, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik (konseli) melalui kunjungan ke rumahnya. Kegiatan ini memerlukan kerjasama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga klien yang lainnya.
  4. Alih Tangan Kasus, Yaitu kegiatan pendukudng bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami peserta didik (konseli) dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lainnya. Kegiatan ini memerlukan kerjasama yang erat dan mantap antara berbagi pihak yang dapat memberikan bantuan dan atas penanganan masalah tersebut (terutama kerjasama dari ahli lain tempat kasus itu dialihtangankan).
  5. Konferensi Kasus, Yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik (konseli) dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut. Pertemuan ini dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
  6. Tampilan kepustakaan, yaitu kegiatan pendukung yang berkaitan dengan masalah-masalah peserta didik lalu di hubungkan dengan referensi-referensi yang berhubungan dengan masalah-masalah peserta didik tersebut.
Jika pola 17 bimbingan konseling dapat dilaksanakan maksimal, terprogram, dan berkualitas, dapat menunjang hasil belajar siswa. Pelaksanaan bimbingan konseling pola 17 tersebut dapat maksimal apabila dalam kurikulum diberikan alokasi waktu minimal 1 jam pelajaran sehingga lima bidang bimbingan, sembilan layanan, dan lima kegiatan pendukung dapat diberikan pada seluruh siswa dan bukan pada siswa yang bermasalah saja.

                                                           DAFTAR PUSTAKA

Mugiarso, Heru dkk. 2006. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UNNES PRESS
Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Silahkan unduh disini














0 komentar:

Posting Komentar