BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsure yang sangat
fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. ini
berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada dalam
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.
Pada masa sekarang ini banyak sekali anak-anak mengalami
kesulitan dalam belajar. Hal tersebut tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang
berkemampuan kurang saja. Hal tersebut juga dialami oleh siswa-siswa yang
berkemampuan tinggi. Selain itu, siswa yang berkemampuan rata-rata juga
mengalami kesulitan dalam belajar. Sedang yang namanya kesulitan belajar itu
merupakan kondisi proses belajar yang ditandai oleg hambatan-hambatan tertentu
untuk mencapai kesuksesan.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan oleh faktor
intelegensi yang rendah (kelainan mental) akan tetapi juga disebabkan oleh
faktor-faktor non-intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu
mendapat jaminan keberhasilan belajar, karena dalam rangka
1.
Dari latar belakang yang ada, dapat diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut:
a.
Apa pengertian kesulitan belajar?
b.
Apa sajakah faktor-faktor kesulitan belajar?
c.
Bagaimanakah diagnosis kesulitan belajar?
d.
Apa sajakah jenis-jenis kesulitan belajar?
e.
Bagaimana karakteristik kesulitan belajar?
f.
Bagaimana ciri-ciri kesulitan belajar dan
gejalanya?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui:
a.
Pengertian kesulitan belajar
b.
Faktor-faktor kesulitan belajar
c.
Diagnosis kesulitan belajar
d.
Jenis-jenis kesulitan belajar
e.
Karakteristik kesulitan belajar
f.
Ciri-ciri kesulitan belajar dan gejalanya
1.4 Kajian Teori
Gangguan yang menyebabkan
masalah dalam berbicara, mendengarkan, membaca, menulis atau kemampuan
matematika, juga gangguan perkembangan spesifik. Kesulitan belajar adalah
gangguan dalam kemampuan belajar termasukdalam hal berbicara, membaca, menulis,
atau kemampuan matematika. Anak yang mengalami kesulitan belajar terlihat dari
kemampuan akademiknya satu atau dua tahun dibawah dari anak usianya dengan
intelegensi normal. Sering kali kesulitan belajar ini tampak bersamaan dengan
kesuliotan lain seperti ADHD (Attention Deficit Hyperactyvity Disorder) yang
disebabkan ketidakteraturan fungsi daribagian tertentu pada otak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesulitan Belajar
Setiap siswa pada prinsipnya
tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik (academic
performance) yang memuaskan. Namun, dari kenyataan sehari-hari tampak jelas
bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan
fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang
sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
Sementara itu, penyelenggaraan
pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditujukan kepada para
siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau
yang berkemampuan kurang itu terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswa yang
berkategori “di luar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak
mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak
dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki
ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan
dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan
perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement,
dalam Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut maka pengertian
kesulitan belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional yang
bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific learning
disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional
Dari sini timbullah apa yang
disebut kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa
berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan
tinggi. Selain itu kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang
berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang
menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.
2.2 Faktor-faktor Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar
seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau
prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan
munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan
berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk
kuliah, dan sering minggat dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan
belajar terdiri atas dua macam.
1. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari
dalam siswa sendiri.
2. Faktor ektern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari
luar diri siswa.
Kedua faktor ini meliputi
aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain tersebut dibawah ini.
A. Faktor
intern siswa
Faktor intern siswa meliputi
gangguan atau ketidakmampuan psiko-fisik siswa, yakni:
1. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya
kapasitas intelektual/intelegensi siswa;
2. Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan
sikap;
3. Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya
alat-alat indera penglihatan dan pendengar (mata dan telinga)
a. Fisiologi
Faktor
fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang
sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima
pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor
fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi
cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta
gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu,
dan lain sebagainya.
b. Psikologis
Faktor
psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada
dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya
memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga
termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh
anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140)
memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak
yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah
walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki
IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami
kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu
mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor
psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe
anak dalam belajar.
B. Faktor
ektern siswa
Faktor ektern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar
yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Dari lingkungannya dibagi menjadi
3 macam:.
1. Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan
ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2. Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh
(slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3. Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung yang buruk seperti
dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Adapun faktor-faktor ekternnya
adalah sebagai berikut:
a. Social. Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak
oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang
cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian,
atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan
orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan
terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak
b. Non-social Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah,
kurikulum dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya
1.
Keturunan
Di
Swedia, Hallgren melakukan penelitian dengan objek keluarga dan menemukan
rata-rata anggota tersebut mengalami kesulitan dalam membaca, menulis dan
mengija, setelah diteliti secara lebih mendalam, ternyata salah satu faktor
penyebabnya adalah faktor keturunan.
2.
Otak
Ada
pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban belajar mengalami gangguan pada
syaraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi perdebatan yang cukup sengit.
Beberapa peneliti menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak
yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar dengan anak yan ab-normal.
Hanya saja anak yang lamban atau kesulitan belajar memiliki adanya sedikit
tanda cedera pada otak, oleh karena itu para ahli tidak terlalu menganggap
cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali ahli syaraf membuktikan ini.
3.
Pemikiran
Siswa
yang mengalami kesulitan belajar akan menmgalami kesulitan dalam menerima
penjelasan tentang pelajaran. Salah satu penyebabnya adalah mereka tidak dapat
mengorganisasikan cara berpikir secara baik dan sistematis. Para ahli
berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang, dengan tujuan
meningkatkan daya belajarnya.
4.
Gizi
Berdasarkan
penelitian para ahli yang dilakukan terhadap anak-anak dan binatang, ditemukan
bahwa ada kaitan yang erat antara kesulitan belajar dengan kekurangan gizi.
Artinya, kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab terjadinya kelambanan atau
kesulitan belajar.
5.
Lingkungan
Faktor-faktor
lingkungan adalah hal-hal yang tidak menguntungkan yang dapat nengganggu
perkembngan mental anak, baik yang terjadi di dalam keluarga, sekolah maupun
lingkungan masyarakat. Meskipun faktor ini dapat pengaruhi kesulitan belajar,
tetapi bukan satu-satunya faktor penyebab terjadinya kesulitan belajar. Namun,
yang pasti faktor tersebut dapat mengganggu ingatan dan daya konsentrasi anak.
6.
Biokimia
Pengaruh
penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih menjadi
kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk
& Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka pendek dapat
mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy (dalam
Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan
kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan
hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar. Ia
lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan buatan kepada anak-anak
yang mengalami kesulitan belajar.
Selain faktor-faktor yang
bersifat umum diatas, adapula faktor yang yang juga menimbulkan kesulitan
belajar siswa. Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor
khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan
belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai
indikator adanya keabnormalan psikis (Reber,1998) yang menimbulkan kesulitan
belajar itu.
1.
Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan
membaca.
2.
Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan
belajar menulis.
3.
Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan
belajar matematika.
Akan tetapi,
siswa yang mengalami sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki
potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan diatas
rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita
sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain
dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985: Rebert, 1988).
2.3 Diagnosis
Kesulitan Belajar
Sebelum menetapkan alternatif
pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan terlebih
dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenal gejala dengan cermat) terhadap
fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda
siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan
“jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Dalam melakukan diagnosis
diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang
diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami
siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.
2.4 Jenis Kesulitan Belajar
Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan
menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut: Dilihat
dari jenis kesulitan belajar: ada yang berat ada yang sedang. Dilihat dari
bidang studi yang dipelajari: ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari,
dan ada yang keseluruhan bidang studi. Dilihat dari sifat kesulitannya:
ada yang sifatnya permanen / menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara.
Dilihat dari segi factor penyebabnya: ada yang Karena factor intelligensi, dan
ada yang karena factor bukan intelligensi.Dalam kegiatan pembelajaran di
sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka
ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan
berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa
yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis. Kesulitan belajar siswa mencakup
pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning
disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning
diasbilities.
1.
Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses
belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada
dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan,
akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons
yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari
potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga
keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan
dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.
Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan
siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak
menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan
psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi
atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah
dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai dengan baik.
3.
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat
potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya
tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan
tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi
belajarnya biasa-biasa saja atau rendah.
4.
Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses
belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok
siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala
dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil
belajar di bawah potensi intelektualnya.
2.5 Karakteristik Kesulitan Belajar
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh karakteristik yang
ditemui pada anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini diartikan
sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan belajar khusus.
1)
Sejarah kegagalan akademik berulang
kali Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang.
Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.
2)
Hambatan fisik/tubuh atau
lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
3)
Kelainan motivasional Kegagalan
berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement.
Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan,
mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau
memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
4)
Kecemasan yang samar-samar, mirip
kecemasan yang mengambang Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan
harapan akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang
pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera datang, yang
tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan
semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk melamun atau
tidak memperhatikan.
5)
Perilaku berubah-ubah, dalam arti
tidak konsisten dan tidak terduga Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar
cenderung tidak konstan. Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan
dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan perhatian
mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak dapat
diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri
6)
Penilaian yang keliru karena data
tidak lengkap Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada
seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang
lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat
perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan
mental.
7)
Pendidikan dan pola asuh yang
didapat tidak memadai Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan
urutan pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang
kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi pada
ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang
pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar .
2.6 Ciri-Ciri Kesulitan
Belajar dan Gejalanya
1. Gangguan Persepsi Visual
·
Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis, sehingga
seringkali terbalik dalam menuliskannya kembali.
·
Sering tertinggal huruf dalam menulis. Menuliskan kata dengan urutan yang
salah misalnya: ibu ditulis ubi.
·
Kacau (sulit memahami) antara kanan dan kiri.
·
Bingung membedakan antara obyek utama dan latar belakang.
·
Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan (tangan,
kaki dan lain-lain).
2. Gangguan Persepsi Auditori
a. Sulit membedakan bunyi; menangkap
secara berbeda apa yang didengarnya.
b. Sulit memahami perintah, terutama
beberapa perintah sekaligus.
c. Bingung/kacau dengan bunyi yang
datang dari berbagai penjuru (sulit menyaring) sehingga susah mengikuti diskusi, karena
sementara mencoba memahami apa yang sedang didengar, sudah datang suara (masalah)
lain.
3. Gangguan Belajar Bahasa
-
Sulit memahami/menangkap apa yang
dikatakan orang kepadanya.
-
Sulit
mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.
4. Gangguan Perseptual-Motorik
• Kesulitan motorik halus (sulit
mewarnai, menggunting, menempel, dsb.)
• Memiliki masalah dalam koordinasi
dan disorientasi yang mengakibatkan canggung dan kaku dalam gerakannya.
5. Hiperaktivitas
-
Sukar mengontrol aktifitas
motorik dan selalu bergerak (tak bisa diam)
-
Berpindah-pindah dan satu tugas
ke tugas lain tanpa menyelesaikannya
6. Kacau (distractability)
·
Tidak dapat membedakan stimulus
yang penting dan tidak penting
·
Tidak teratur, karena tidak
memiliki urutan- urutan dalam proses pemikiran
·
Perhatiannya sering berbeda
dengan apa yang sedang dikerjakan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesulitan dalam pembelajaran atau belajar
merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh para pendidik, terutama guru.
Sebagai upaya untuk memberikan terapi terhadap permasalahan kesulitan belajar
maka dapat ditempuh melalui media klinik pembelajaran. Pembelajaran merupakan
wadah bagi guru untuk melakukan serangkaian upaya yaitu kegiatan refleksi,
penemuan masalah, pemecahan masalah melalui beragam strategi untuk meningkatkan
ketrampilan dalam mengelola pembelajaran. Strategi utama yang digunakan adalah
Penelitian Tindakan Kelas.
Karena Pembelajaran merupakan milik bersama para
guru, maka tempat ini dapat digunakan dengan bebas untuk berdiskusi, melakukan
refleksi atau merenung tentang proses pembelajaran yang telah dijalani,
bersimulasi, misalnya bagaimana cara mengajarkan suatu konsep dengan
menyenangkan, dan membuat catatan bersama-sama dengan teman sejawat. Dalam
Pembelajaran, para supervisor akan membantu dalam melakukan berbagai kegiatan
tersebut.
Dalam analisis kesulitan pembelajaran dapat
dilalui dengan identifikasi kesulitan belajar, mengadakan diagnosis kesulitan
belajar, melakukan bimbingan dan konseling belajar, dan kemudian menetapkan
model pembelajaran serta mengatasi kesulitan belajar.
Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain.
Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain.
Dengan demikian apa yang kita sering lakukan
baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang guru dengan mengatakan seorang
anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal
perlu menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin
saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak
tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah
dapat menelaah dengan baik perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap
permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus dilakukan. Dengan
demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar apa yang dialami anak, sehingga
kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan
tersebut.
Anak-anak berkemampuan tinggi, tetapi mengalami
hambatan dalam belajar meskipun jumlah mereka tidak banyak, namun perlu
dicermati. Karena sesungguhnya mereka adalah aset yang berharga. Kendala yang
nampak untuk membantu mereka adalah kesulitan dalam mengidentifikasi mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Sholihin, Muchlis. M. Ag. Buku Ajar Psikologi Belajar PAI. STAIN
Pamekasan Press. 2006.
2.
Asrori, Mohammad, M. Pd. Psikologi Pembelajaran. Bandung. CV Wacana
Prima. Cet. II, 2008.
3.
Feldmen, William. Penerjemah Sudarmaji. Mengatasi Gangguan Belajar
Pada Anak. Prestasi Putra. Jakarta:. 2002.
4.
Syah, Muhibbin. M. Ed. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
PT. Remaja Rosdakarya.Bandung. 2005.
5.
Purwanto, Ngalim, MP. Psikologi Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung. 2010
jika ingin mengunduh file , silahkan klik disni